Pada hari Minggu, 26 Februari 2023 saya mengikuti kegiatan Rapat Kerja bersama para srikandian Ibu Profesional Bekasi. Setelah sebelumnya didahului dengan acara serah terima amanah dan dilanjut dengan rapat kerja melalui zoom secara daring. Pada sesi daring sudah ada pembahasan program kerja dari masing-masing komponen, mulai duari Kampung Komunitas, Sejuta Cinta, Himpunan Mahasiswa, Sister Regional, KIPMA dan Lumbung Ilmu. Kali ini sesi luring digunakan sebagai media diskusi untuk membuat sinergi kegiatan antar komponen. Sekitar dua pekan sebelumnya, saya dihubungi oleh panitia dari Sisreg atau sister regional dan diminta hadir sebagai host atau MC. Kegiatannya semi formal dengan lebih banyak interaksi diskusi dan improvisasi kegiatan secara umum. Sesi pembukaan dilanjutkan dengan sambutan dan prakata dari sekretaris regional yang membahas tentang alur administasi ke sekreg dari masing-masing komponen. Setiap komponen harus mengisi form jika ingin mengadakan kegiatan, baik kegiat...
Medan, 03 November 2017
Day#2
Hari ini, kami mulai dengan begitu banyak tiba-tiba. Selewat tengah malam, Raissa demam. Tidurnya tidak nyenyak, guling kanan guling kiri. Pagi harinya, saya bangun tidur dengan hidung mampet, mata pedas, kepala kliyengan. Sambil menyeret diri untuk menyiapkan sarapan dan membuat minuman hangat untuk diri sendiri, sembari bolak balik mengecek suhu tubuh si kakak. Maklum, Raissa memang pernah kejang demam beberapa kali. Suhu tubuhnya bisa tiba-tiba naik di atas 38,5°C. Tiba-tiba juga si Ayah harus pergi jam 7 pagi karena ada sesuatu yang harus diurus di pabrik Tembung, yang lumayan jauh perjalanannya dari rumah kami. Segala kejadian di pagi ini belum kami persiapkan sama sekali. Tadi malam pun semua tidur cepat, jam 9 sudah pada nyenyak. Tidak ada bayangan sama sekali kalau besok harinya akan sakit.
Tantangan yang cukup "wow" bagi saya untuk tetap berkomunikasi produktif tanpa banyak intonasi tinggi. Padahal dalam kondisi tubuh saya yang tidak fit, anak yang sedang sakit yang biasanya rewel. Saya harus tetap selow pagi-pagi, ditambah si Ayah nggak ada untuk bantu momong adik Hasna. Jadilah dengan kepala berat, saya menghadapi hari ini.
"Kak, sarapan ya." Kata saya.
"Iya" jawab Raissa singkat. Alhamdulillah, dia cukup mau makan, saya kasih kuah tomyam dan bakso ikan.
"Mau nonton tv" pintanya setelah selesai sarapan.
Biasanya saya kasih jatah nonton tv untuk anak-anak sekitar 2 jam sehari. Bisa siang atau sore setelah mereka tidur siang. Anak-anak saya ini susah sekali tidur siang, padahal saya ikut juga ke kamar. Tetapi nggak tidur-tidur juga. Seringnya di atas jam 3 sore baru tidur. Tetapi hari ini saya kasih nonton tv pagi, karena sepertinya dia juga belum mau beraktivitas. Apalagi tadi sempat muntah juga paginya.
Nonton tv sambil tiduran |
Setelah menonton sekitar 30 menit, saya tawarkan untuk mandi. "Kak, bunda sudah masak air panas, kita mandi yuk." "Nanti bun" Jawabnya. "Nanti kapan kak, coba lihat jamnya". "Nanti kalau dora sudah selesai" jawabnya. Sayapun memberinya waktu hingga film dora the explorer selesai.
Sehabis mandi, sudah bersih |
Sehabis mandi, saya berjanji mengijinkan mereka menonton 1 DVD anak. Mereka memilih DVD "Aku Sayang Bunda", isinya tentang kisah Pingkan dan adiknya yang berlibur ke rumah nenek, setiap adegan selalu diikuti dengan lagu. Anak-anak cukup menikmati lagunya dan ikut menari-nari dengan gembira.
Nonton DVD lagu-lagu sambill menari-nari |
Sisa hari ini berjaan cukup lancar, sesekali kerewelannya masih bisa saya tolerir dengan intonasi aman. Raissa menghabiskan waktu dengan bermain boneka, membaca buku, dan mewarnai bersama adiknya. Sayapun bisa istirahat sambil menemani dan mengarahkan agar mereka tidak membongkar semua mainan sekaligus.
Masalah baru terjadi saat jam tidur siang. Saya biasanya membawa anak-anak masuk kamar untuk tidur siang sekitar jam 2. Tetapi karena kondisi saya kurang fit, jadi saya ketiduran. Ketika saya terbangun, ternyata anak-anak belum tidur juga. Hingga adzan ashar saya tidak berhasil membuat mereka tidur siang. Akhirnya saya menyuruh mereka mandi.
"Kak, mandi dulu ya" kata saya.
"Ya, tapi mandiin bunda" jawabnya. Biasanya Raissa sudah mandi sendiri, tetapi karena dia sedang sakit, saya mengalah untuk menuruti kemauannya. Sekaligus supaya mandinya lebih cepat, dan tidak pakai main air dulu. Soalnya sudah ada tanda-tanda mau flu juga. Ketika saya sedang mengurus adik, saya meninggalkan Raissa untuk sikat gigi. Dan drama pun dimulai.
Raissa: (Sambil merengek) "inii.... ambil handuk"
Saya : (Masih mengurus adik yang rewel), "Iya, ambil sendiri ya handuknya, adik lagi nangis"
Raissa: "Bunda... ambilin handuk, maunya kayak tadi pagi"
Saya : "Sebentar ya kak, tolong, sebentaaarrr lagi. Biasanya bisa ambil handuk sendiri kan"
Raissa: (Merengek makin keras dan menangis), "Sekarangg....!!"
Saya : (Setelah adik bisa dikondisikan, saya menghampirinya) "Kenapa?"
Raissa: "Ini masih licin" katanya sambil memegang badannya
Saya : "Kan bisa bilang bunda, minta bilas lagi, bukannya minta handuk"
Raissa: "Minta handuk juga"
Setelah selesai urusan mandi, Raissa minta ditemani ambil baju. Masalah kedua timbul.
Raissa: "Bunda, pakai baju ini?"
Saya : "Iya"
Raissa: "Kok Bunda gitu bilangnya, maunya kayak tadi pagi, kakak saja masih ingat"
Saya mulai mengingat-ngingat bagaimana proses yang terjadi tadi pagi, saya menawarkan diri memandikannya, supaya panasnya turun biasanya saya rendam sebentar. Setelahnya saya ambilkan handuk dan saya antar ke kamar. Kemudian ketika dia mengambil baju dan bertanya, saya bilang "jangan pakai yang itu, pakai baju yang cantik aja". Setelah mengingat dialognya, saya menjawab sambil bercanda.
Saya : "No,no,no pakai yang lain aja"
Raissa: "Bukan gitu bunda jawabnya"
Saya : "Oh salah ya, enggak Raissa pakai baju yang cantik aja"
Akhirnya baju berhasil dipilih, tetapi sampai sekitar 10 menit lebih tidak segera dipakai.
Saya : "Kak, kok nggak pakai baju?"
Raissa: "Bunda besok koyok tadi lagi ya!"
Saya : (Masih menahan diri) "Koyok tadi yang mana? yang mandi apa yang pakai baju"
Raissa: (Sambil marah dan teriak) "Pokoknya yang kayak tadi"
Saya : "iya, kita bicarakan besok ya, sekarang pakai baju dulu, dingin lho, nanti tambah sakit"
Raissa: (Marah, menangis, dan teriak)
Saya : (Intonasi mulai tinggi) "Kakak maunya gimana sih, kan bunda sudah bilang iya, kok malah marah-marah"
Raissa: (Menangis)
Saya : "Udah yok, peluk bunda, kita pakai baju"
Raissa: "Bunda suka marah-marah, padahal tadi bunda udah baik, mau ngomong aja nggak boleh, mau peluk aja gak boleh"
Saya : (Mulai menahan marah, dan masuk kamar, menghindar, supaya saya nggak melampiaskan kemarahan padanya)
Raissa: (Menggedor-gedor pintu kamar saya) "Bundaa.... bukaa, aku kedinginan nih, aku belum pakai baju nih)
Saya : (Membuka pintu) "Ayo pakai baju, udah nangisnya)
Raissa: (Masih nggak mau pakai baju, sambil nangis, dan ngomel-ngomel seperti tadi)
Saya : (Makin kesal, sudah menuruti maunya, menawarkan pelukan, tetapi malah dibilang sebaliknya) "Jadi kakak maunya apa, sudah diturutin masih nangis terus, capek bunda"
Raissa: (Sambil Menangis) "Bunda peluk"
Saya : (Beranjak memeluk)
Raissa : "Bukan gitu peluknya"
Saya : (Berdiri, duduk, jongkok, mencoba segaa posisi peukan yang akhirnya disetujuinya)
Raissa cukup sering seperti ini, marah karena sesuatu yang menurut saya tidak jelas. Jika ditanya apa yang membuatnya marah, dia akan menjawab dengan hal lain yang tidak relevan sama sekali dengan kondisi saat itu. Jika saya abaikan, dia akan menyakiti adiknya, membuatnya menangis, lalu mengejar saya dan tidak membiarkan saya melakukan hal lain. Jika saya turuti kemauannya, dia akan meminta saya melakukan hal-hal yang membuat saya kesal, seperti menyalahkan setiap posisi dan kalimat yang saya sampaikan untuk menurutinya. Misalnya dia ingin saya mengunci mulut, maka posisi awal bibir harus diam dan lurus, bukan merengut atau tersenyum. Lalu jari yang dipakai sebagai kunci harus diputar dengan ibu jari menghadap ke atas. Setiap dia mulai tantrum, yang sampai sekarang saya tidak bisa menemukan pola atau penyebabnya, dia akan membuat saya sangat kesal dengan memerintahkan saya melakukan hal-hal seperti mengubah posisi tangan, kaki, kepala, sambil berteriak-teriak, menangis. Hal ini berlangsung cukup lama, bisa lebih dari 30 menit.
Tantangan komunikasi produktif saya dengan anak pertama ini masih cukup panjang, semoga besok bisa lebih sabar dan menahan diri dari intonasi tinggi.Semoga saya dan Raissa bisa saling memahami dan mengerti kebutuhan satu sama lain, sehingga semakin berkurang kejadian seperti hari ini.
#hari2
#gamelevel1#tantangan10hari
#KomunikasiProduktif
#KuliahBunsayIIP
Comments
Post a Comment