Pada hari Minggu, 26 Februari 2023 saya mengikuti kegiatan Rapat Kerja bersama para srikandian Ibu Profesional Bekasi. Setelah sebelumnya didahului dengan acara serah terima amanah dan dilanjut dengan rapat kerja melalui zoom secara daring. Pada sesi daring sudah ada pembahasan program kerja dari masing-masing komponen, mulai duari Kampung Komunitas, Sejuta Cinta, Himpunan Mahasiswa, Sister Regional, KIPMA dan Lumbung Ilmu. Kali ini sesi luring digunakan sebagai media diskusi untuk membuat sinergi kegiatan antar komponen. Sekitar dua pekan sebelumnya, saya dihubungi oleh panitia dari Sisreg atau sister regional dan diminta hadir sebagai host atau MC. Kegiatannya semi formal dengan lebih banyak interaksi diskusi dan improvisasi kegiatan secara umum. Sesi pembukaan dilanjutkan dengan sambutan dan prakata dari sekretaris regional yang membahas tentang alur administasi ke sekreg dari masing-masing komponen. Setiap komponen harus mengisi form jika ingin mengadakan kegiatan, baik kegiat...
Medan, 09 November 2017
#Day8
Assalamu'alaikum wr.wb.
Waah... sudah mendekati
hari ke 10 nih di tantangan 10 hari komunikasi produktif. Rasanya baru beberapa
saat yang lalu kami memulai hari pertama. Sampai dengan hari ke tujuh, sudah
ada beberapa perubahan pada saya dan Raissa. Khususnya dari segi menahan diri
dan menahan emosi. Saya mulai sedikit terbiasa dengan intonasi yang lebih ramah
dalam berkomunikasi dengan anak-anak. Sudah ada beberapa poin yang kami
praktekkan. Jika suatu waktu saya lupa, tantangan 10 hari ini membuat saya
seolah selalu diingatkan untuk kembali pada poin-poin komunikasi produktif
dengan anak. Mari kita runut dulu ya poin-poinnya:
- Keep information short & simple (KISS)
- Kendalikan intonasi suara, berbicara dengan suara ramah
- Katakan yang kita inginkan, bukan yang
"tidak" kita inginkan
- Fokus ke depan bukan masa lalu
- Ganti kata "tidak bisa" menjadi
"bisa"
- Fokus pada solusi bukan masalah
- Jelas dalam memberikan pujian dan kritikan
- Ganti nasehat menjadi refleksi pengalaman
- Ganti kalimat introgasi, dengan pernyataan observasi
- Ganti kalimat menolak/mengalihkan perasaan dengan
kalimat yang menunjukkan empati
- Ganti perintah dengan pilihan
Banyak poin yang belum saya
capai dalam komunikasi produktif dengan Raissa selama 8 hari ini. Saya selalu
berusaha untuk konsisten, meski kadang masih sering lupa dan kelepasan emosi.
Tidak mudah memang, tetapi saya selalu optimis kami mampu berubah. Contohnya
pagi ini, sebelum berangkat sekolah. Biasanya, di waktu mepet seperti itu, saya
cenderung tergesa-gesa bicara. Menyampaikan kalimat dengan banyak instruksi
sekaligus, yang tentunya tidak sesuai dengan poin KISS (Keep Information
Short and Simple).
Bunda: “Ayo kak pakai
baju, sudah siang. Cepet sarapan dan pakai sepatu. Bukunya sudah disiapin
belum, minumnya jangan lupa”
Saya langsung tersadar atas
kesalahan saya, kemudian saya mengulang kembali kalimat instruksi tersebut.
Mengubah diksi kalimat menjadi lebih singkat dan sederhana agar tersampaikan
pesan yang saya maksud.
Bunda: “Ayo pakai baju
dulu, bunda bantu ya sudah siang”Raissa: “Maunya pakein bunda”Bunda: “Selesai
pakai baju, kita ke dapur ya, sarapan”
Poin kedua tentang
intonasi, Alhamdulillah saya sudah mulai konsisten. Ternyata,
tanpa saya sadari perubahan ini juga membawa dampak bagi anak-anak, khususnya
Raissa. Saya menanggapi emosi-emosinya dengan intonasi yang lebih selow,
sehingga semakin lama Raissa juga mulai menahan diri. Tidak setiap saat
berteriak-teriak dan menunjukkan ekspresi marah. Memang masih ada beberapa kali
dalam sehari dia menunjukkan emosi, tetapi tidak sesering dulu dan tidak selama
sebelumnya.
Kebiasaan adalah faktor
yang cukup menantang, saya membutuhkan waktu lebih banyak pada poin ketiga ini.
Sampai saat ini, masih sangat sulit membuat kalimat dengan pilihan diksi tanpa
memakai kata "tidak". Saya harus berkali-kali
mengulang-ngulang dan mengganti kalimat. Seperti ketika saya menemani Raissa
mengerjakan PR dari sekolah tentang penjumlahan. Saya bermaksud menyuruh dia
menulis angka dengan memperhatikan garis-garis pada buku tulis. Berkali-kali
saya memakai kata "jangan" dan berkali-kali
pula saya berkata "tidak boleh". Padahal, saya sudah
berhati-hati dalam memilih kalimat. Tetapi ketika saya gemes karena
Raissa belum paham maksud saya, maka tanpa sadar akan keluar lagi kata-kata
tersebut.
Bunda: "Itu angka
satunya kepanjangan kak, gak boleh lewat garis"Bunda: "Kebesaran lho
itu angkanya, jangan panjang-panjang"
Bunda: "Itu jangan jauh-jauh jaraknya, angka satu sama angka enam deket aja"
Bunda: "Itu jangan jauh-jauh jaraknya, angka satu sama angka enam deket aja"
Ketika tersadar, saya
berusaha kembali pada poin ke-3 komunikasi produktif. Katakan yang kita
inginkan, bukan yang "tidak" kita inginkan. Ternyata inipun bukan hal
yang mudah. Saya terus kesulitan memilih kalimat.
Bunda: "Angka satunya pendek aja, supaya
tetap di dalam garis"
Bunda: "Supaya rapi, garis lurus di angka empat pendek aja ya"
Bunda: "Jawabannya di sebelah sama dengan ya, supaya bagus dilihatya"
Bunda: "Supaya rapi, garis lurus di angka empat pendek aja ya"
Bunda: "Jawabannya di sebelah sama dengan ya, supaya bagus dilihatya"
Baru sampai poin ketiga,
dan masih banyak tantangan kami pada poin-poin lainnya. Meski tantangan 10 hari
komunikasi produktif sudah selesai, kami akan terus berusaha menyelesaikan
poin-poin lainnya. Untuk saat ini sudah beberapa saya praktekkan, jika
kebetulan ada momentnya, tetapi memang belum konsisten. Semoga ke
depannya, saya mampu berkomunikasi produktif dengan keluarga, baik dengan
anak-anak dan pasangan.
#Hari8
#Gamelevel1
#tantangan10hari
#KomunikasiProduktif
#KuliahBunsayIIP
Comments
Post a Comment