Pada hari Minggu, 26 Februari 2023 saya mengikuti kegiatan Rapat Kerja bersama para srikandian Ibu Profesional Bekasi. Setelah sebelumnya didahului dengan acara serah terima amanah dan dilanjut dengan rapat kerja melalui zoom secara daring. Pada sesi daring sudah ada pembahasan program kerja dari masing-masing komponen, mulai duari Kampung Komunitas, Sejuta Cinta, Himpunan Mahasiswa, Sister Regional, KIPMA dan Lumbung Ilmu. Kali ini sesi luring digunakan sebagai media diskusi untuk membuat sinergi kegiatan antar komponen. Sekitar dua pekan sebelumnya, saya dihubungi oleh panitia dari Sisreg atau sister regional dan diminta hadir sebagai host atau MC. Kegiatannya semi formal dengan lebih banyak interaksi diskusi dan improvisasi kegiatan secara umum. Sesi pembukaan dilanjutkan dengan sambutan dan prakata dari sekretaris regional yang membahas tentang alur administasi ke sekreg dari masing-masing komponen. Setiap komponen harus mengisi form jika ingin mengadakan kegiatan, baik kegiat...
Aktivitas kita sehari-hari, sangat mempengaruhi emosi dan respon kita pada setiap hal yang kita temui. Kondisi lingkungan yang tidak ideal menjadi salah satu faktor, sehat tidaknya mental seseorang. Sebagai manusia masa kini, kita tentu lebih peduli dengan kondisi kesehatan, tidak hanya kesehatan fisik, tetapi juga kesehatan mental. Hal ini membuat kita lebih peka terhadap perubahan emosi dan bagaimana mengendalikannya demi kesehatan mental kita.
Tantangan yang dihadapkan pada ibu masa kini, membuat sebagian dari mereka cenderung mudah mengoleksi emosi negatif. Meski tidak semua emosi negatif ini tidak sehat. Ada juga emosi negatif yang sehat, misalnya marah yang sehat. Apa bedanya marah yang sehat dan marah yang tidak sehat? Ketika kita menghadapi kondisi di mana orang lain tidak bertindak sesuai kemauan kita, reaksi yang terjadi salah satunya adalah marah. Marah yang sehat ditunjukkan dengan pemahaman bahwa kita tidak bisa mengontrol orang lain untuk bertingkah laku atau bertindak sesuai kemauan kita. Maka pemahaman ini mendorong kita untuk melakukan diskusi dan negosiasi dengan orang lain agar tujuan kita dapat terwujud. Sedangkan marah yang tidak sehat adalah ketika kita menginginkan orang lain mengikuti kehendak kita, sedangkan orang tersebut menolak, maka kita akan menuntut dan memaksa orang tersebut dengan berbagai cara agar tujuan kita tercapai.
Marah pada dasarnya adalah emosi yang wajar kita alami. Apalagi sebagai ibu, kita dihadapkan pada anak-anak yang secara pola pikir dan cara merespon sesuatu yang berbeda dengan orang dewasa. Ketika komunikasi produktif antara kita dan anak tidak terjalin dengan baik, maka kita maupun anak kita akan mudah marah. Hal ini dapat diminimalisir jika kita mau belajar mengelola emosi negatif dengan memperbanyak emosi positif. Tentunya membutuhkan bimbingan dari orang yang lebih ahli dalam hal ini misalnya psikolog.
Ada suatu kondisi yang disebut Snap, (terjemahan Bahasa Indonesinya adalah: jepret; menyentak). Jika dikaitkan dengan kemarahan, bisa juga diartikan sebagai ledakan marah sesaat. Hal ini biasanya terjadi ketika kondisi tubuh kita belum terpenuhi kebutuhannya, misalnya lapar, kelelahan, mengantuk, sakit, banyak pikiran. Pada saat demikian, jika anak berulah kita akan mudah meledak dan marah. Snap wajar dialami oleh para ibu, selama tidak membahayakan fisik dan mental anak. Tetapi kita perlu waspada jika snap ini terjadi secara terus menerus. Sehingga kita perlu berkonsultasi dengan psikolog maupun terapis.
Bagaimana jika snap terjadi pada kita? biasanya kita akan marah-marah dan meledak-ledak dipenuhi emosi. Jika kita sudah menyadari bahwa kita sedang mengalami snap, maka yang perlu segera kita lakukan adalah mencari tahu apakah tubuh kita sudah memperoleh haknya. Misalnya kita belum makan, maka penuhilah alarm tubuh untuk makan. Jika kita sangat lelah, maka penuhi terlebih dahulu kebutuhan tubuh untuk istirahat. Jika ternyata kebutuhan fisik yang belum terpenuhi menjadi penyebab utama snap, maka selanjutnya kita perlu mengatur pola kegiatan dan pola istirahat agar hak-hak tubuh terpenuhi, sehingga snap tidak akan sering muncul.
Saya pernah mengikuti sebuah group yang dibentuk oleh rekan-rekan yang berkecimpung dalam dunia psikologi. Kami diajarkan untuk mengenali emosi yang dialami sehari-hari, mendefinisikannya sebagai emosi positif dan emosi negatif. Kemudian mendeteksi manakah emosi positif yang sehat, maupun tidak sehat, manakah emosi negatif yang sehat maupun tidak sehat. Selanjutnya kami dilatih untuk memilih satu emosi negatif yang tidak sehat, untuk kemudian dinetralisir menggunakan 3 emosi positif yang sehat. Mengelola emosi ini sangat bermanfaat bagi kita khususnya para ibu. Dengan memperbanyak emosi positif yang sehat, maka kualitas hidup kita dan anak-anak juga akan meningkat.
#KLIPFebruari2021
Comments
Post a Comment