Tadi malam, ketika saya sedang menyiapkan buka puasa di dapur, tiba-tiba terlihat bayangan di depan jendela dapur. Saya mengenalinya, suara mobil tidak terdengar tetapi tiba-tiba suami saya sudah berdiri di depan pintu dapur. Itu bukan pintu masuk yang biasa ia lewati. Sehingga meski sudah di depan pintu dan mengetahui ada saya di sana, ia tak meminta dibukakan pintu. Melainkan seperti biasa, ia berjalan ke arah pintu ruang tamu dan masuk dari sana.
Sembari menuju dapur dan meletakkan souvenir berupa gelas mug berwarna merah, ia berkata "Kucingnya enggak ada semua, induk sama anak-anaknya enggak ada semua." Selesai mengatakannya, ia berlalu dan bersiap untuk mandi. Seperti dugaan saya, ia langsung mengecek kucing-kucing di teras, segera setelah turun dari mobilnya.
Sudah semingguan ini ada induk kucing beserta tiga anaknya yang tiba-tiba tinggal di teras saya. Lebih tepatnya di depan jendela dapur bagian luar dan di dekat rak sepatu lama. Kami sekeluarga tidak ada yang berniat merawat kucing. Tetapi suamilah yang paling takut pada kucing. Mungkin bukan takut sih, seperti kumpulan rasa jijik, geli, dan enggan. Ibu saya memelihara kucing semenjak saya remaja, tetapi itu tak menjadikan saya menyukai kucing. Bahkan anak perempuan pertama saya akan berteriak-teriak jika kucing ibu mendekatinya. Setiap kami mudik ke rumah ibu, si kucing yang bernama Joni itu akan dilarang mendekati rumah utama, area kamar tempat kami menginap, dan area televisi. Dia akan dibiarkan bermain hanya di area belakang, atau malah dilepas ke kebun belakang rumah. Memang kucing ibu dibiarkan bebas, toh mereka akan pulang jika waktunya makan.
Kedatangan induk kucing bersama anak-anaknya di teras rumah kami tentu saja tak diduga. Sepertinya bayi-bayi kucing yang ada tiga ekor itu baru lahir. Saya bilang pada suami, mungkin si induk sedang dalam proses memindahkan bayi-bayinya. Konon induk kucing akan berpindah sebanyak 7 kali setelah melahirkan bayinya. Saya sih tidak pernah menyurvei apakah memang pindahnya sebanyak 7 kali. Setelah dua malam berlalu, keluarga kucing itu belum pindah juga. Saya cukup kesal karena bayi-bayi kucing itu membuang kotoran di sekitar rak sepatu, bahkan beberapa sandal saya dan anak-anak menjadi korban. Setiap pagi dan malam hari, induk kucing akan pergi meninggalkan anaknya untuk mencari makan. Ketika induknya pergi, anak-anak kucing itu akan bersembunyi di sela-sela rak sepatu. Karena kasihan, saya dan suami akhirnya pergi ke supermarket untuk membeli makanan kucing khusus bayi. Ternyata, si bayi kucing belum makan dan hanya menyusu pada induknya. Akhirnya kami berikan biskuit kucing itu kepada induknya.
Setiap malam sepulang kerja, suami akan memberikan biskuit kucing itu di wadah yang saya siapkan, dan memberikannya kepada induk kucing. Pun ketika sahur, ia akan mengecek keluar, apakah induk kucing sudah pulang, dan kembali memberinya makan. Semenjak suami memberinya makan, si induk kucing lebih jarang pergi. Jika sebelumnya ia akan pergi sepanjang hari dan sepanjang malam, dan pulang hanya untuk menyusui anaknya, kini dia lebih sering goleran di teras bersama anak-anaknya. Jika melihat suami keluar rumah, si induk kucing akan mendekat dan memandangnya dengan tatapan penuh makna.
Saya memang tidak berniat memeliharanya, terutama saya merasa repot jika harus mengurus kotorannya. Sehingga saya berharap mereka akan pergi sendiri jika sudah waktunya. Tetapi saya tidak menyangka akan secepat itu. Tanpa sadar, suami sering mengecek tempat kucing-kucing itu tinggal. Bahkan ia membawa senter dan mencari di sekitaran rumah dan di kotak-kotak listrik di rumah kosong atau di sekitar rumah tetangga. Sepertinya, suami mulai menaruh hati dan terikat dengan kucing pendatang itu. Mereka kucing liar, tetapi mereka selalu mengenali orang yang memberinya makan. Beberapa kali suami membicarakan anak-anak kucing, mengatakan bahwa mereka lucu dan menggemaskan, Ia yang tadinya membenci kucing, setelah berinteraksi mau tak mau timbul rasa peduli.
Kitapun demikian, bisa jadi kita membenci sesuatu bukan karena hal itu buruk, tetapi karena kita belum mengenalnya. Orang cenderung takut terhadap sesuatu yang tidak diketahuinya, sesuatu yang tidak dikenalnya. Hal ini menjadi pelajaran untuk tidak meletakkan rasa benci sebagai tameng. Tetapi kenalilah dahulu, pelajarilah dahulu, dan kita akan mengerti sesuatu yang sebelumnya tidak kita ketahui.
Pagi ini, anak laki-laki kami yang berusia 2 tahun 7 bulan ikut bangun dan makan sahur bersama. Setelah kami selesai sholat subuh dan mengaji, ia masih belum mengantuk. Akhirnya saya dan suami mengajak ketiga anak kami untuk jalan pagi. Di luar masih gelap, dan suami membawa senter. Dia bilang "Sekalian nyari kucing, mau lihat mereka pindah ke mana". Ternyata dia masih belum move on. Selesai memakai sepatu, tiba-tiba induk kucing itu datang ke teras dan melihat suami. "Dia berkunjung." saya bilang. Suami mengambil biskuit kucing dan si induk kucing segera menuju wadah makanan. Dia tak membawa anak-anaknya. Mungkin dia meninggalkannya untuk mencari makan, dan dia masih ingat jalan menuju rumah kami. Kami sekeluarga melanjutkan jalan pagi keliling kompleks sambil membawa biskuit kucing untuk dibagikan kepada kucing-kucing liar di jalan. Kami harus merelakan anak-anak kucing lucu yang mungkin tak akan kami lihat lagi. Tetapi, sesekali si induk kucing mungkin akan berkunjung lagi ke rumah kami.
#KLIPApril2021
Comments
Post a Comment