Pagi itu, seperti biasa aku bersiap menemani suamiku jalan pagi. Matahari belum juga terbit, langit masih gelap dan udara dingin terasa menusuk. Setelah melakukan sedikit peregangan, kami berdua mulai berjalan perlahan. Semakin lama semakin cepat, tak sampai berlari, tetapi cukup cepat. Sudah beberapa bulan kami melakukannya. Pada awalnya, hanya suamiku saja yang merutinkan jalan pagi, demi stamina tentu saja. Umur kami tak muda lagi. Entah karena sendirian atau karena malas saja, ia tidak konsisten melakukannya. Akhirnya aku berinisiatif menemaninya, hitung-hitung quality time berdua tanpa anak-anak.
Rute yang kami tempuh hanya sekitar perumahan saja, mengelilingi satu demi satu cluster-cluster yang ada. Perlahan lampu jalan mulai dimatikan satu persatu. Hanya lampu tenaga surya yang masih menyala. Lampu-lampu itu akan mati dengan sendirinya begitu cahaya matahari sudah cukup menerangi jalan. Saat-saat tenang seperti inilah yang sangat memotivasi kami untuk tetap berjalan pagi bersama. Saling bercerita tentang keseharian, dan bertukar pikiran tentang banyak hal. Terkadang kami berdua hanya mengobrol dan mengomentari desain rumah yang kami lewati. Mencoba memimpikan rumah idaman yang memiliki gazebo, untuk sekedar duduk-duduk melepas penat. Ada taman belakang yang nyaman dan hijau untuk bercengkerama sambil menatap langit atau mendengar kicau burung. Sesekali aku akan berbicara sambil terengah berusaha mengejar langkah kakinya yang lebih cepat dariku. Atau terkadang dengan sengaja ia memelankan tempo berjalannya demi mengimbangi istrinya yang lambat ini.
Di ujung jalan, kulihat sepasang kakek nenek berjalan berlawanan arah denganku. Mereka berdua adalah salah satu pasangan yang rutin kulihat berjalan-jalan pagi bersama. Memang ada beberapa orang lainnya yang juga berolahraga pagi, ada yang berjalan sendirian, berlari, bersepeda. Tetapi, dua pasang kakek nenek itulah yang hampir tidak pernah absen selama kami memulai berjalan pagi. Sang suami sangat tinggi, rambutnya sudah memutih dipenuhi uban. Sang istri cukup mungil, dengan rambut hitam yang dikuncir. Mereka berjalan dalam diam. Seringkali sang istri tertinggal karena langkah kaki suaminya yang lebar-lebar, namun tak berapa lama mereka akan berjalan sejajar kembali. Meski tak seperti kami yang mengobrol sepanjang jalan, mengomentari berbagai hal yang kami lewati, tetapi mereka tampak saling mengasihi.
Pikirankupun melayang ke masa depan. Membayangkan masa tua kami. Ketika anak-anak sudah dewasa, dan suamiku tak lagi bekerja, apa yang akan kami lakukan. Akankah kami tetap saling mengasihi seperti sekarang ini. Apakah kami akan terus berjalan bersama di pagi hari, dan membicarakan banyak hal yang kami temui, ataukah kami akan berjalan dalam diam seperti sepasang suami istri tua itu. Apapun itu, kuharap kami akan tetap bersama hingga tua, hingga kakek nenek, tetap sehat dan menikmati hari tua kami bersama.
#KLIPApril2021
Comments
Post a Comment