Tahun 2021 menjadi tahun kedua Ramadhan di masa pandemi. Banyak hal yang biasa kita nantikan dan kita lakukan di tahun-tahun sebelumnya, tak lagi dapat kita lakukan kini. Sholat tarawih misalnya. Jika tahun-tahun sebelumnya, orang berramai-ramai menanti adzan Isya' berkumandang agar dapat bersama-sama sholat tarawih di masjid, maka kini tak banyak lagi yang melakukannya. Bukan karena tak ingin pergi, tetapi masih terbersit rasa takut untuk berkumpul di keramaian. Sehingga sebagian besar masih memilih sholat tarawih di rumah bersama keluarga.
Baru-baru ini saya menyempatkan berkendara di sore hari untuk menikmati nuansa Ramadhan sambil berburu takjil. Entah lokasi yang saya lewati kurang tepat, atau memang para penjual takjil maupun pembeli tak seramai tahun-tahun sebelumnya. Hanya ada beberapa tambahan pedagang kaki lima yang berjualan di luar pedagang yang biasanya. Padahal, seingat saya di bulan ramadhan seperti ini, banyak sekali para pedagang dadakan yang berjualan menjelang waktu berbuka puasa.
Kondisi saat ini yang mengharuskan kita menjaga jarak dan menghindari kerumunan, tentu berdampak pada kemeriahan ramadhan. Selain itu, pandemi juga berdampak pada ekonomi keluarga. Hal ini bisa mengakibatkan menurunnya pembeli. Ada pula beberapa orang yang masih membatasi diri untuk membeli makanan dari luar dan memilih memasak sendiri makanannya. Tentu saja agar lebih yakin terhadap kebersihan dan keamanan makanan yang dikonsumsi oleh keluarga.
Ramadhan Tahun 90an
Saya jadi ingat suasana ramadhan semasa saya masih menjadi pelajar usia SD atau SMP. Kala itu, ramadhan selalu menjadi bulan yang dinanti-nanti. Banyak aktivitas menyenangkan yang akan dilakukan oleh anak-anak selain puasa dan mengaji TPQ di masjid. Mulai dari sahur yang selalu berkesan karena banyak anak-anak laki-laki yang berkeliling kampung membawa kentongan kayu untuk membangunkan warga sahur. Ada juga Pak RT yang menyalakan mikrofon masjid keras-keras untuk membangunkan warga untuk menyiapkan sahur. Satu hal yang selalu saya ingat ketika sahur bersama keluarga adalah, susu kental manis. Minuman yang kala itu masih dianggap sebagai susu, dan biasanya disajikan oleh ibu hanya di bulan ramadhan.
Setelah sahur bersama keluarga, kami akan berangkat ke masjid bersama-sama untuk menunaikan sholat subuh. Jika waktu tarawih masjid selalu penuh, bahkan hingga keluar, maka disaat sholat subuh hanya akan ada beberapa shaf saja yang terisi. Itupun didominasi oleh anak-anak. Mungkin beberapa orang tua di kampung yang kala itu memang pengetahuan agamanya masih pas-pasan lebih mementingkan sholat tarawih daripada sholat subuh.
Namun, waktu setelah sholat subuh inilah yang dinantikan anak-anak. Kami akan berbondong-bondong jalan pagi sambil menanti matahari terbit. Jika beruntung dan tidak ada kabut, kami bahkan bisa melihat puncak gunung. Beberapa anak laki-laki akan menyalakan kembang api atau mercon. Biasanya para ibu-ibu yang ikut berjalan pagi akan mengomeli mereka. Mereka akan berlarian kabur dan menyalakannya lagi di lokasi lain sambil dengan sengaja mengganggu para anak perempuan dengan bunyi ledakannya. Sungguh masa-masa yang pantas untuk dirindukan.
Siang hari sambil berpuasa, kami akan tetap bermain meski di siang hari akan terasa sangat lapar. Sore harinya sepulang mengaji TPQ, anak-anak akan sibuk mengumpulkan makanan kecil yang diinginkannya untuk dimakan ketika berbuka. Entah membelinya di warung atau meminta ibu membuatkannya. Meskipun pada akhirnya, tidak semua takjil itu dapat termakan karena sudah terlanjur kenyang. Di keluarga saya sendiri, kami terbiasa makan kolak pisang dan bihun goreng sebagai takjil. Tentu saja dua menu itu membuat saya cukup kenyang hingga tak ingin makan nasi sampai selepas sholat tarawih.
Ketika adzan Isya' berkumandang, anak-anak tetangga akan saling memanggil untuk berangkat ke masjid bersama. Tujuannya satu, agar kami dapat duduk bersama-sama di shaf belakang. Sebelum masuk ke masjid, kami akan membeli salome terlebih dahulu di rumah tetangga yang terletak di belakang masjid. Jajanan semacam cilok dari bahan tepung kanji yang dimakan bersama saus. Sambil makan salome, kami menunggu hingga shaf depan terisi oleh para ibu-ibu.
Buku Kegiatan Ramadhan
Anak sekolah mulai dari Sekolah Dasar hingga Sekolah Menengah diwajibkan mengisi Buku Kegiatan Ramadhan. Buku ini berisi catatan kegiatan ramadhan seperti sholat, puasa, dan tausiyah. Ada lembar untuk ringkasan tausiyah pada saat setelah sholat tarawih, dan ada lembar ringkasan tausiyah setelah sholat subuh yang biasa disebut Kultum (Kuliah Tujuh Menit). Setiap hari kami harus meminta tanda tangan kepada pemberi tausiyah sebagai bukti kami bena-benar datang ke masjid, mengikuti sholat jama'ah dan mendengarkan tausiyah. Setelah sholat jama'ah selesai, anak-anak akan mengumpulkan buku ramadhan masing-masing yang telah diisi dan menyerahkannya kepada imam atau pemberi tausiyah untuk ditandatangani. Kadangkala ada juga anak yang curang dan hanya menitipkan bukunya kepada temannya, padahal dia tidak sholat jama'ah di masjid.
Sambil menanti acara tanda tangan selesai, biasanya kami akan makan makanan kecil yang dibagikan oleh ibu-ibu kepada anak-anak setelah sholat tarawih. Setiap keluarga memperolah urak atau semacam papan kayu bergilir sebagai penanda jatah memberikan jaburan atau makanan kecil di masjid. Anehnya, makanan ini tidak diberikan sebelum berbuka puasa sebagai takjil, tetapi dibagikan setelah sholat tarawih. Jenis makanannya tidak dibatasi, bebas sesuai kemampuan keluarga masing-masing. Ada yang memberi roti, es kucir, manisan, bihun, tahu bacem, dan masih banyak lagi.
Tadarus
Setelah sholat tarawih selesai, muda-mudi yang sudah bisa membaca Al-Qur'an akan tetap di masjid untuk tadarus bersama. Kami akan duduk melingkar dan bergantian membaca Al-Qur'an. Saya sudah mulai membaca Al-Qur'an saat masih usia SD, sehingga saya menjadi anak terkecil yang sudah ikut tadarus. Biasanya yang lain memperolah jatah membaca 1 halaman, sedangkan saya hanya beberapa ayat, atau paling banyak satu ruku'. Remaja yang lebih tua akan membaca hingga malam, sedangkan saya dan beberapa teman yang masih agak kecil akan pulang terlebih dahulu. Biasanya kami sudah ngantuk, karena bangun sejak sahur.
Pada akhir bulan ramadhan, kami akan menyelesaikan tadarus Al-Qur'an hingga khatam. Saat inilah yang selalu ditunggu-tunggu, syukuran khataman. Biasanya Pak Lurah akan menyumbang 1 ekor ayam untuk dimasak dan dimakan bersama-sama. Ada juga yang menyumbangkan salome satu dandang untuk dimakan bersama. Saya tidak suka ayam waktu kecil, jadi hanya turut menikmati salome saja.
Penutup
Banyak sekali hal-hal menarik semasa ramadhan tahun 90an, yang saat ini mungkin tidak lagi kita temukan. Namun, kita tetap dapat menjadikan ramadhan di masa pandemi ini tetap berkesan dengan memperbanyak kegiatan bersama keluarga. Misalnya mendengarkan tausiyah bersama di media online, membaca buku bersama anak-anak, memasak dan menyiapkan takjil bersama, atau membuat kue kering untuk isian toples lebaran. Kita juga tetap dapat sholat tarawih berjama'ah bersama keluarga, tadarus dan mengaji bersama, serta jalan pagi bersama selepas sholat subuh. Meskipun ramadhan di masa pandemi ini penuh keterbatasan, semoga kita tetap dapat memaknainya dan menjalaninya dengan penuh khidmat. Aamiiin.
#KLIPApril2021
Comments
Post a Comment